Sunday, June 3

Candi Pari - Sidoarjo

Terletak di Desa Candi Pari, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Propinsi Jawa Timur. Sekitar 2 km ke arah barat laut pusat semburan lumpur PT Lapindo Brantas saat ini.Candi ini merupakan suatu bangunan persegi empat dari batu bata, menghadap ke barat dengan ambang serta tutup gerbang dari batu andesit batu alam.


Dahulu, di atas gerbang ada batu dengan angka tahun 1293 Saka = 1371 Masehi. Merupakan peninggalan zaman Majapahit pada masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk 1350-1389 M.

Candi Pari memiliki bentuk yang tambun mengingatkan kita akan candi – candi di Jawa Tengah. Candi dari batu bata merah ini memiliki tinggi 15,40 meter, panjang 16 meter dan lebar 14,10 meter. 
Candi Pari bisa dibilang masih memiliki bentuk yang utuh, kaki dan badan candi masih ada hanya sebagain atap candi sudah tidak ada. Candi Pari minim sekali akan hiasan atau relief. Hiasan yang ada hanya miniatur candi yang menjorok keluar dari badan candi. Di atas miniatur candi ini terdapat hiasan berupa teratai. Di kanan – kiri miniatur candi ini terdapat lubang angin yang langsung tembus ke dalam bilik candi. Pada bagian atap candi sebenarnya ada hiasan binatang, namun sekarang sudah dalam kondisi yang aus.

Keunikan lainnya mengenai Candi Pari selain bentuknya yang tambun adalah tangga pintu masuk. Jika candi – candi lainnya memiliki tangga masuk yang langsung menuju bilik candi, maka hal ini tidak berlaku bagi Candi Pari. Untuk menuju bilik candi, sebelumnya akan ada  sebuah bidang persegi (batur) yang menjorok keluar dari bawah pintu candi (hal ini juga dapat dilihat di Candi Ngetos dan Candi Bangkal). Dikanan dan kiri batur tersebut terdapat tangga dengan pipi tangga (tempat pegangan) dalam kondisi yang telah  runtuh. Di beberapa sudut halaman candi juga terdapat reruntuhan batu bata, kemungkinan merupakan bekas pagar yang mengelilingi Candi Pari.

Di dalam bilik candi terdapat beberapa batu andesit, arca – arca dalam kondisi yang tak utuh serta beberapa balok kayu. Pada dinding bilik candi yang berhadapan dengan pintu masuk candi, terdapat sandaran arca dengan ukuran 6 x 6 meter. Mengingat besarnya sandaran arca, pasti besar pula arca yang menempati bilik Candi Pari ini. Namun, entah arca apa yang berada disana, mengingat arca tersebut tak pernah diketemukan.
Pemugaran
 
Sudah banyak literature dan foto tentang Candi Pari sejak zaman Belanda. Salah satu diantaranya adalah N.J.Krom, yang menerbitkan bukunya Inlejding tot de Hindoe-Java asch Kunst  tahun 1923.

Pada zaman kolonial belanda pula, Candi Pari pernah dipugar, pemugarannya antara lain memasang kayu pada bagian langit – langit pintu masuk. Pada tahun 1994-1999 Kanwil Depdikbud dan Suaka Peninggalan Sejarah Purbakala Jawa Timur melakukan pemugaran kembali Candi Pari, dan tentunya dibantu oleh Pak Mustain, juru pelihara Candi Pari.
 
Masyarakat sekitar mengenal Candi Pari dan Candi Sumur sebagai Candi Lanang (Candi laki-laki) dan Candi Wadon (Candi Perempuan). Hal ini dikarenakan legenda tentang tokoh Joko Pandelegan.
 
Alkisah, hiduplah Joko Walangtinuk dan Joko Pandelegan sahabatnya. Mereka berdua hidup di Desa Kedungtas dan membabat hutan untuk ditanam padi. Hasil panennya melimpah hingga Raja Hayam Wuruk mengirim orang kesana untuk meminta padi.
Imbalannya, Joko Walangtinuk diangkat jadi pejabat di Keraton Majapahit. Joko Walangtunik setuju asalakan Joko Pandelegan juga boleh diajak. Namun, Joko Pandelegan beserta istrinya Nyi Roro Walang Angin menolak karena ingin tetap hidup di desa.

Akhirnya, Joko Pandelegan masuk ke dalam lumbung, sedangkan Nyi Roro Walang Angin masuk ke dalam sumur. Mereka berduapun muksa disana. Untuk mengenangnya, Raja Hayam Wuruk membangun candi di tempat kedua orang itu menghilang. Candi – candi itu sekarang kita kenal dengan sebutan Candi Pari dan Candi Sumur.

 Sumber :id.wikipedia.org 
scribd.com




No comments:

Post a Comment